Selamat Datang di Blog Man of Steel Created By Whaehyu Vizard dan AngGa SEe Asb

Sabtu, 31 Mei 2014

RESENSI

Pengertian Resensi

Dalam bahasa Latin resensi atau recensie artinya "melihat kembali, menimbang atau menilai". Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia resensi memiliki arti pertimbangan atau pembicaraan tentang buku; ulasan buku. Tindakan meresensi memiliki arti memberikan penilaian, mengungkap kembali isi buku, membahas atau mengkritik buku. Jadi, resensi ialah ulasan atau penilaian atau pembicaraan mengenai buku, baik non fiksi maupun fiksi/suatu karya sastra (cerpen, novel, drama/film, puisi).

Tujuan Resensi :
1.  Memberikan informasi atau pemahaman yang komprehensif (mendalam) tentang apa yang tampak dan
      terungkap dalam suatu karya.
2.  Memberikan  gambaran  kepada   masyarakat   apakah  karya  yang  diresensi  itu merupakan suatu karya
     yang bermutu atau tidak.
3.  Memberikan gambaran kepada masyarakat apakah buku itu layak untuk dibaca.
     Unsur - Unsur Resensi :Didalam sebuah resensi karya sastra terdapat dua macam unsur, yaitu:
1.  Unsur Intrinsik yaitu unsur yang membangun cerita karya sastra yang berasal dari dalam.
2.  Unsur  Ekstrinsik  yaitu  unsur  yang  membangun  cerita  karya  sastra yang berasal dari luar (kebalikan
     dari unsur intrinsik).
Unsur Intrinsik 
•   Tokoh
    Tokoh ialah  Individu  yang  mengalami  berbagai  peristiwa didalam cerita. Jika dilihat dari peran  tokoh
    dalam  pengembangan   plot   dapat   dibedakan  menjadi  tokoh  utama  dan  tokoh pembantu, sedangkan
    jika  dilihat  dari  fungsi  penampilan  tokoh  dapat  pula  dibedakan kedalam tokoh protagonis dan tokoh
    antagonis.
1.  Tokoh   Protagonis  ialah   tokoh  yang  memiliki  watak  tertentu   dalam   segi   kebenaran ( baik   hati,
      jujur, setia, dll)
2.  Tokoh  Antagonis  ialah  tokoh  yang  memiliki  watak  bertentangan  dengan  tokoh  protagonis.
3.  Tokoh  Tritagonis  ialah  tokoh  yang  selalu  menjadi penengah, dan sering dimunculkan sebagai Tokoh
      atau orang ketiga.
4.  Tokoh   Pembantu   atau   peran   pembantu  atau   figuran   ialah   tokoh   yang   membantu  cerita tokoh
     utama,  posisinya  bisa  sebagai  seorang  pahlawan  ataupun  sebagai  penentang  tokoh  utama.

•   Penokohan/Perwatakan
    Yang  dimaksud  dengan  penokohan  ialah  penggambaran  tentang  watak tokoh dalam suatu cerita karya
    sastra. Ada 3  cara  yang  dapata  dilakukan untuk menggambarkan watak tokoh dalam cerita karya sastra,
    yaitu:
1.  Campuran  ialah  penggambaran  watak  tokoh  melalui penggabungan cara analitik dan dramatik dengan
      tujuan  untuk  saling  melengkapi.
2.  Analitik cara ini dilakukan pengarang  untuk menggambarkan watak tokoh secara langsung.
     Contoh   :   Siapa  yang   tidak   mengenal  Didi  yang  pintar  dan  selalu  ceria.  Meskipun  secara  fisik
     terlihat pendek namun  sosoknya  yang ramah dan baik hati kepada  teman – temannya membuat dirinya
      menjadi  panutan.
3.  Dramatik  ialah  cara pengarang  untuk  menggambarkan  tokoh  utama  secara tersurat, dengan kata lain
     tidak   langsung.  Penokohan  cara   ini   bisa  melalui   penggambaran  tempat  tinggal, percakapan  atau
     dialog antar tokoh, fisik, tingkah laku, komentar  tokoh  lain terhadap  tokoh  tertentu  dan jalan pikiran
     tokoh.    Dibawah    ini    contoh    paragraf   yang    menggambarkan    tokoh    dengan   cara  dramatik : 
  - Penggambaran Tokoh Melalui Jalan Pikiran Tokoh.
     Contoh   :   Tatkala  aku   masuk   sekolah   MULO,   demikian   fasih   lidahku   dalam  Bahasa  Belanda
     sehingga orang yang  hanya  mendengarkanku berbicara dan tidak melihat aku, mengira bahwa  aku anak
     Belanda. Aku pun bertambah lama  bertambah percaya pula bahwa aku anak Belanda, sungguh hari - hari
     ini makin ditebalkan pula oleh  tingkah laku orang tuaku yang berupaya sepenuh daya menyesuaikan diri
     dengan langgam lenggok orang Beland.
  - Penggambaran Tokoh Melalui Tingkah Laku/Perilaku Tokoh.
     Contoh : Di siang yang terik itu dia berjalan sendiri. Dengan gontai ia gendong tas itu. Sesekali terlihat
     bahwa  ia  menegur  dan  bahkan  bertanya  kepada  orang  yang  dilaluinya. Setiap selesai ia bertanya, ia
     selalu menganggukkan kepalanya sebagai tanda terima kasih. 
  - Penggambaran Tokoh Melalui Dialog Antar Tokoh.
    Contoh :
    “ Kupukul   kau   kalau  tidak  mau  mengaku.  Dengan  cara  apa  lagi  aku  mendapatkan  pengakuanmu. ”

•    Tema
     Tema  ialah  suatu  unsur  dalam karya sastra yang menjadi pokok masalah/pokok pikiran dari pengarang
     melalui karyanya (jalan cerita).

•    Plot / Alur
     Plot atau alur ialah jalan cerita atau  rangkaian peristiwa dari awal sampai akhir. Rangkaian peristiwa ini
     disusun   berdasarkan  hukum   kausalitas  ( hubungan  yang  menunjukkan  sebab - akibat).  Berdasarkan
     hubungan tersebut setiap cerita memiliki plot/alur cerita sebagai berikut :
1.  Tahapan  perkenalan  ialah  tahap  dimana  permulaan  suatu cerita dimulai dengan suatu kejadian, tetapi
     belum  ada  ketegangan. Di  tahap  ini berisi  pengenalan tokoh, reaksi antar pelaku, penggambaran fisik
     dan penggambaran tempat).
2.  Menuju   ketahap   pertikaian  ialah  tahap   dimana  terjadinya  pertentangan  antar  pelaku  ( awal  mula
     pertentangan selanjutnya).
     Konflik dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
     a). Konflik Internal ialah konflik yang terjadi   dalam  diri  sang  tokoh.  
     b). Konflik Eksternal ialah konflik yang terjadi dari luar diri tokoh (konflik tokoh dengan tokoh, tokoh
           dengan lingkungan, tokoh dengan tuhan, dll).
3.  Komplikasi atau tahap  penanjakan konflik, ketegangan dirasakan mulai semakin berkembang dan rumit
     terjadi pada tahap ini (nasib pelaku semakin sulit diduga).
4.  Klimaks merupakan  ketegangan yang  semakin  memuncak ( perubahan nasib pelaku sudah mulai dapat
     diduga, kadang pula tidak terbukti pada akhir cerita).
5.  Penyelesaian,  tahap akhir cerita pada bagian ini terdapat penjelasan mengenai nasib-nasib yang dialami
     para   tokoh   dalam   cerita   setelah   mengalami   konflik   dalam   cerita.  Beberapa   cerita  terkadang
     menyerahkan  penyelasaian kepada pembaca, sehingga akhir cerita seperti ini tak ada penyelesaian atau
     menggantung.

Plot  dapat  dibedakan  menjadi  dua  macam jika dilihat dari segi keeratan hubungan antar peristiwa, yaitu:
1.  Plot  Erat  yaitu  sebuah  cerita  yang  memilik i plot  erat jika hubungan antar peristiwa terjalin dengan
     rapat, sehingga tak ada satu peristiwa pun yang dapat dihilangkan.
2.  Plot  Longgar yaitu jika hubungan antar peristiwa terjalin kurang erat dan jika ada salah satu jalan cerita
     yang   dihilangkan   maka   penghilangan   jalan   cerita   tersebut  tidak  akan  mengganggu  jalan  cerita.
     Berdasarkan jalan cerita plot dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.  Plot Ledakan yaitu plot yang akhir ceritanya mengejutkan dan tak terduga-duga.
2.  Plot Lembut yaitu plot yang akhir ceritanya berakhir tanpa adanya kejutan.
3.  Plot  Campuran  yaitu  plo t yang  a khir  cerita  menggabungkan  kedua  plot  sebelumnya  ( ledakan  &
     lembut).
Berdasarkan rangkaian peristiwanya plot dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.  Plot Maju, yaitu rangkaian peristiwa yang diceritakan mulai dari awal hingga akhir cerita.
2.  Plot  Mundur  atau  sorot balik atau flash  back, yaitu peristiwa - perisiwa yang menjadi bagian penutup
     diutarakan terlebih dahulu, baru menceritakan peristiwa - peristiwa pokok sebagai kenangan/masa lalau
     sang tokoh.
3.  Plot  Campuran,   yaitu   peristiwa  -  peristiwa   pokok   diceritakan   diawal   lalu   dilanjutkan   dengan
     menceritakan peristiwa - peristiwa  lama  atau  masa  lalu  tokoh  sebagai sebuah kenangan, dan diakhiri
     dengan  peristiwa - peristiwa pokok (masa kini).

Plot yang dilihat dari segi sifatnya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1.  Plot  Terbuka,  yaitu  akhir  cerita  yang dapat merangsang pembaca untuk mengembangkan jalan cerita.
2.  Plot  Tertutup, yaitu  akhir  cerita  yang  tidak  dapat  merangsang pembaca untuk mengembangkan jalan
     cerita.
3.  Plot Campuran, yaitu penggabungan antara plot terbuka dan plot tertutup.

•    Gaya Bahasa
      Gaya bahasa ialah cara pengarang dalam mengungkapkan ide/gagasan melalui cerita.

•    Sudut Pandang/Point Of View
     Sudut  pandang  ialah  posisi  pengarang  dalam  sebuah  cerita  atau  karya  sastra.  Posisi pengarang ini
     terbagi   menjadi 2, yaitu:
1.  Pengarang berperan langsung sebagai tokoh utama.
2.  Pengarang hanya sebagai orang ketiga yang posisinya sebagai pengamat.

•    Amanat
     Amanat  ialah  pesan  atau  kesan  yang  ingin  disampaikan  oleh  pengarang  melalui jalan cerita. Pesan
     dalam karya sastra bisa berupa, kritik, saran, harapan, usul, dll.
•   Latar/Setting
     Latar  ialah  tempat  dimana  terjadinya  kejadian  atau  peristiwa dan waktu terjadinya sebuah peristiwa,
     latar  juga  menjelaskan  segala  keterangan  waktu,  ruang, dan  suasana terjadinya peristiwa dakam plot
     cerita.
     Latar terbagi lagi menjadi beberapa unsur seperti dibawah ini:
1.  Latar Tempat ialah latar yang mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa dalam novel.
2.  Contoh: Kota, Pedesaan, dll.
3.  Latar  Waktu  ialah  latar  yang  berhubungan  dengan masalah kapan terjadinya peristiwa. Contoh: masa
     kini, masa lalu, dll.
4.  Latar Sosial  ialah latar yang mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial
     masyarakat. Contoh: Kesederhanaan, keramahan, dll.

Di dalam karya sastra, latar berfungsi sebagai:
1.  Atmosfer  atau Suasana  merupakan latar yang lebih mudah dibicarakan daripada didefinisikan. Latar ini
     semacam aura  rasa dan emosi yang ditimbulkan penulis melalui tulisannya, agar membantu terciptanya
     ekspektasi pembaca.
2.  Latar  Tempat  sebagai Elemen Dominan, latar tempat memiliki peran penting dalam karya sastra. Latar
     tempat  menjadi  unsur  netral  atau  spiritual dalam sebuah tempat tertentu. Termasuk dalam fiksi jenis
     ini : Laskar  Pelangi  karya  Andrea  Hirata  yang  berbicara  tentang  Belitong  pada  zaman  Orde Baru.
3.  Latar  Waktu  sebagai  Elemen  Dominan,  dalam  karya  sastra  ada  yang  menggunakan  elemen  waktu
     sebagai  unsur  yang  dominan.  Fungsi  latar ini terjadi terutama pada karya sastra yang berlatar sejarah.
     Tidak   hanya   waktu   yang  menjadi  unsur  utama  yang  terlibat. Ada unsur - unsur  nilai  dalam waktu,
     misalnya  unsur  nilai  dalam  masa  kemerdekaan,  masa  Orde  Baru, dsb.
4.  Metafora,  artinya   jika   latar  spiritual  ialah  unsur  latar  yang  secara  spiritual  memberi  efek   nilai
     padakarya  sastra,  maka fungsi  latar  ini  adalah  fungsi eksternal yang tidak secara langsung (eksplisit)
     berpengaruh  pada  cerita. Sebagai  metafora,  latar  menghadirkan  suasana  yang  secara tidak langsung
     menggambarkan  nasib  tokoh.
     Contoh:
    Pohon-pohon kelapa itu tumbuh di tanah lereng di antara pepohonan lain yang rapat dan    rimbun. Kemiringan lereng membuat pemandangan seberang lembah itu seperti lukisan alam gaya klasik Bali yang terpapar di dinding langit. Selain pohon kelapa yang memberi kesan lembut, batang sengon yang lurus dan langsing menjadi garis-garis tegak berwarna putih dan kuat. Ada beberapa pohon aren dengan daun mudanya yang mulai mekar; kuning dan segar. Ada pucuk pohon jengkol yang berwarna coklat kemerahan, ada bunga bungur yang ungu berdekatan dengan pohon dadap dengan kembangnya yang benar-benar merah. Dan batang-batang jambe rowe, sejenis pinang dengan buahnya yang bulat dan lebih besar, memberi kesan purba pada lukisan yang terpajang di sana. Dalam sapuan hujan panorama di seberang lembah itu terlihat agak samar. Namun cuaca pada musim pancaroba sering kali mendadak berubah. Lihatlah, sementara hujan tetap turun dan angin makin kencang bertiup tiba-tiba awan tersibak dan sinar matahari langsung menerpa dari barat. Pohon-pohon kelapa digambarkan dengan indah dalam sebuah ekosistem yang padu. Namun kemudian digambarkan dalam suasana yang mengerikan dengan keadaan yang tidak menentu. Sekilas latar ini hanya latar netral yang tidak melambangkan apa-apa. Kemudian diketahui bahwa tokoh utama Lasi yang hidupnya bahagia dalam kesederhanaan mulai masuk dalam ketidakpastian setelah kecelakaan yang menimpa Darsa.
Unsur Ekstrinsik Latar belakang  kehidupan pengarang. Pandangan hidup pengarang. Situasi sosial, Budaya yang melatarbelakangi lahirnya karya sastra tersebut.
Hal yang Terdapat dalam resensi :
1.    Judul Resensi
2.    Data/Identitas Karya Sastra
3.    Isi Resensi
4.    Kekurangan & Kelebihan
5.    Penutup
      Terdapat perbedaan saat pemuatan data dan identitas karya sastra yang diresensi, seperti pada resensi buku data yang tercantum ialah seperti berikut ini : judul buku, penulis & penerjemah (jika buku itu berupa terjemahan dari bahasa asing), nama penerbit, cetakan, tahun terbit, tebal buku & jumlah halaman. Pada drama dan film maka data untuk resensinya adalah berupa : judul drama atau film, penulis, sutradara, genre,pemain, penyunting & penerjemah, tahun terbit, penerbit.
Contoh resensi :
Resensi Buku Fiksi Indonesia
Identitas Buku
Judul                    : ATHEIS
Pengarang          : Achdiat K. Mihardja
Penerbit              : Balai Pustaka
Tahun terbit        : cetakan pertama 1949
Tebal halaman   : 232 halaman
Ukuran buku       : 13,5 x 20 cm
ISBN                    : BP – 0080
Harga                   : Rp 45.000,00
•    Tema
     Cerita tentang kegoncangan jiwa seorang pemuda yang sebelumnya sangat taat beragama, namun karena
     keluguannya,   ia   terpengaruh   pemikiran   kaum  materialistis  atau  falsafah  kebendaan  sehingga   ia
     kehilangan  keyakinan  akan  ketuhanan  dan  ia  mulai  rneninggalkan  norma - norma  agama.

•    Pembukaan
   Atheis adalah buku novel karya Achdiat Karta Mihardja tahun 1949 yang menceritakan tentang perjalanan hidup seseorang, dimana dari kecil dididik menjadi anak yang saleh. Tetapi ketika ia menginjak usia pertengahannya, karena jauh dari orang tuanya, dia mengalami kemerosotan. Akibatnya dia menjadi seperti orang atheis yang lupa segalagalanya. Semua itu berawal dari pertemuannya dengan seorang gadis yang kemudian menjadikan hatinya yang keras dan saleh itu, menjadi berhati lemah dan lupa segala-galanya. Achdiat Karta Mihardja (lahir di Cibatu, Garut, Jawa Barat, 6 Maret 1911). Berpendidikan AMS-A Solo dan Fakultas Sastra dan Filsafat UI. beliau pernah bekerja sebagai guru Taman Siswa, redaktur Balai Pustaka, Kepala Jawatan Kebudayaan Perwakilan Jakarta Raya, dosen Fakultas Sastra UI (1956-1961), dan sejak 1961 hingga pensiun dosen kesusastraan Indonesia pada Australian National University, Canberra, Australia. Achdiat juga pernah menjadi redaktur harian Bintang Timur dan majalah Gelombang Zaman (Garut), Spektra, Pujangga Baru, Konfrontasi, dan Indonesia. Di samping itu, beliau pernah menjadi Ketua PEN Club Indonesia, Wakil Ketua Organisasi Pengarang Indonesia, anggota BMKN, angggota Partai Sosialis Indonesia, dan wakil Indonesia dalam Kongres PEN Club Internasional di Lausanne, Swiss (1951). Kumpulan cerpennya, Keretakan dan Ketegangan (1956) mendapat Hadiah Sastra BMKN tahun 1957 dan novelnya, Atheis (1949) memperoleh Hadiah Tahunan Pemerintah RI tahun 1969 (R.J. Maguire menerjemahkan novel ini ke bahasa Inggris tahun 1972) dan Sjuman Djaya mengangkatnya pula ke layar perak tahun 1974) dengan judul yang sama.
•    Isi
   Hasan adalah seorang pemeluk Islam yang taat beribadah, begitu juga dengan orang tuanya adalah pemeluk Islam yang fanatic. Oleh orang tuanya Hasan disekolahkan di MULO. Di sekolah itu dia bertemu dengan seorang gadis cantik yang bernama Rukmini. Hubungan keduanya semakin akrab hingga akhirnya mereka saling jatuh cinta. Rupanya kisah cinta mereka tidak bisa berlangsung lama, oleh orang tuanya, Rukmini disuruh kembali ke Jakarta karena akan dipinang oleh seorang saudagar kaya. Karena Rukmini adalah anak yang berbakti pada orang tuanya, sudah sepantasnya membahagiakan keduanya, ia lalu menuruti nasihat orang tuanya dengan menerima pinangan saudagar kaya tersebut meski pernikahan itu tidak disertai rasa cinta.
Kejadian itu membuat hati Hasan hancur. Ia menjadi frustasi, untuk menghilangkan bayangan Rukmini dari hidupnya, ia mengikuti aliran tarekat seperti yang telah lama dianut orang tuanya. Walaupun dalam masa sulit, Hasan tdak meninggalkan ajaran agama, bahkan ia semakin taat beribadah, tetapi kehidupanya berubah ketika dia bertemu teman lamanya, yaitu Rusli. Rusli datang bersama seorang wanita cantik bernama Kartini. Ia adalah perempuan modern dan pergaulanya bebas. Ia juga seorang janda. Ternyata sejak perjumpaan itu, Hasan menaruh hati pada Kartini, alasanya Kartini memiliki karakter yang hampir sama dengan Rukmini. Semenjak Hasan mencintai Kartini, dia pun juga bergaul dengan teman-teman Kartini. Karena memiliki dasar agama yang kuat. Hasan mencoba untuk menyadarkan Kartini dan Rusli dengan memberikan ceramah-ceramahnya, tetapi karena Rusli juga pandai bicara.
Kemudian dialah yang berbalik menasihati Rusli. Tanpa disadari, pemikiran-pemikiran Rusli ternyata melekat di kepala Hasan. Mulanya, Hasan tidak terpengaruh. Namun keyakinanya mulai goyah ketika dia dikenalkan dengan seorang yang tidak percaya Tuhan, yaitu Anwar. Pengetahuan Anwar tentang ketuhanan begitu luas. Sejak saat itulah pemahaman Hasan tentang agama mulai berubah. Ia mulai meragukan keberadaan Tuhan. Hasan semakin tersesat dari agama, pergaulanya semakin bebas. Ia kemudian menikahi Kartini, tetapi pernikahan itu tidak diakui secara Islam karena tidak sesuai dengan syariatnya. Pernikahan mereka didasarkan atas rasa suka sama suka. Pernikahan mereka ternyata tidak bahagia, kehidupan rumah tangga mereka berantakan. Pergaulan Kartini semakin bebas. Lama-kelamaan Hasan cemburu karena hubungan Kartini dengan Anwar semakin dekat. Hasan menganggap Kartini telah selingkuh, tetapi kejadian itu telah menyadarkan kembali Hasan tentang agama. Ia menyesal dan merasa berdosa atas apa yang telah diperbuat. Pergaulan bebasnya dengan teman-teman yang tidak percaya Tuhan membuatnya tersesat dan ragu dengan keberadaan Tuhan.
Hasan memutuskan bercerai dengan Kartini dan ia pun pulang ke kampung halamana. Ia ingin meminta maaf pada ayahnya. Sesampainya di kampung, ia menjumpai ayahnya sedang sakit keras. Ternyata ayahnya tidak mau memaafkan Hasan, bahkan sampai maut menjemputnya, ayah Hasan tetap berada pada pendirianya. Hasan merasa bahwa semua itu terjadi karena perbuatan Anwar. Ia dendam pada Anwar dan berniat ingin membunuhnya. Suatu malam, ia berencana ingin membunuh Anwar, kemudian ia mencari Anwar. Karena pada waktu itu situasi sedang tidak aman, maka diberlakukan jam malam. Namun, naas menimpa Hasan, belum sempat ia membunuh Anwar, ia malah tertembak peluru di punggungnya, tetapi sebelum meninggal, ia masih sempat mengingat Allah dengan berkalikali menyebut asma-Nya.
•    Tokoh & Penokohan
1.  Hasan,  seorang  pemuda  desa, yang  awalnya sangat taat beragama. Namun, karena pengaruh pergaulan
     dengan   orang - orang   aliran   materialisme, atau  aliran  kebendaan,  dia  mengalami  goncangan  jiwa.
     Keyakinannya  terhadap  Tuhan  menjadi  lemah.
2.  Rusli, salah seorang teman akrab Hasan. Dia beraliran materialisme sejati. Dialah yang sangat berperan
     dalam   mempengaruhi   pikiran - pikiran  Hasan   dalam  hal  filsafah  kebendaan  dan  mempertanyakan
     keberadaan Tuhan.
3.  Orang  tua  Hasan ,  orang  tua yang taat beragama. Mereka adalah pengikut suatu aliran tarekat tertentu.
4.  Rukmini , seorang  gadis baik - baik yang sangat dicintai Hasan. Dia kemudian menikah dengan seorang
     saudagar dari Jakarta.
5.  Kartini , seorang  perempuan  khas  kota  besar  yang  modern,  bergaul  bebas.  Dia  kemudian menjadi
     kekasih Hasan.
6.  Anwar ,  seorang  penganut  aliran  materialisme sejati. Dia  sangat  anarkis  atau  tidak  percaya dengan
     keberadaan  Tuhan.  Dialah  yang  berhasil  mempengaruhi  pikiran  Hasan.

•    Setting/Latar
    Latar di pedesaan sangat mendukung karakter tokoh utamanya karena pada umumnya lingkungan di daerah pedesaan sangat penuh dengan nilai-nilai ajaran agama dan adatistiadatnya masih kental dengan nilai-nilai agama serta kepolosan orang desa yang mudah terpengaruh dan dibujuk terhadap sesuatu hal yang baru dicerminkan dengan sangat bagus oleh penulis pada tokoh Hasan.

•     Nilai-nilai Dalam Novel Atheis
1.  Nilai moral yang dapat kita ambil dari novel ini seperti yang diperlihatkan dalam tokoh Hasan. Dia adalah seorang anak yang sejak kecil telah belajar agama dan bersasal dari orang tua yang taat beribadah pula, tetapi setelah Rukmini meninggalkanya dia menjadi orang yang mengasingkan diri hingga pada akhirnya dia menemukan seseorang yang  mempunyai karakter sama dengan Rukmini, yaitu  Kartini. Mereka lalu menikah, tetapi dalam kehidupan rumah tangganya tidak pernah bahagia karena Kartini adalah orang yang bebas dan mempunyai pergaulan bebas. Sementara Hasan sudah terlanjur mengingkari ajaran agama dan tidak mengakui keberadaan Tuhan, tetapi dalam kejadian itu dia mulai sadar bahwa apa yang dilakukanya selama ini salah sehingga dia memutuskan untuk bercerai dengan Kartini dan pulang ke kampungnya untuk bertobat dan meminta maaf kepada ayahnya Kejadian tersebut mengajarkan pada kita bahwa kita harus pandai bergaul dengan orang lain dan jangan sampai kita salah pergaulan hingga pada akhirnya kita malah tersesat bahkan sampai mengingkari ajaran agama serta kita harus senantiasa berpegang teguh pada agama dan selalu meyakini dengan keberadaan Tuhan Semesta Alam. Nilai moral yang kedua adalah hendaknya kita mau memafkan kesalahan orang lain yang sudah bertobat. Jangan seperti tokoh ayah Hasan yang tidak mau memafkan kesalahan anaknya bahkan sampai ajal menjemputnya Manusia adalah tempat salah dan lupa. Setiap manusia pasti mempunyai kesalahan, tetapi suatu saat juga akan kembali ke jalan yang benar. Jika Tuhan saja maha pengampun, pengasih, dan penyayang, mengapa manusia tidak bisa, apalagi demi memaafkan anaknya sendiri.
2. Novel ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan sastra Indonesia, karena kedudukanya dalam sastra Indonesia sangat penting, maka studi tentang penelitian novel ini masih sering dilakukan oleh para sarjana maupun peneliti, baik dalam bentuk buku, skripsi, artikel, dan bentuk karya yang lain.
•    Kelebihan & Kekurangan
      Kelebihan :
1.  Bahasa  yang  digunakan  dalam  novel  ini  mudah  dipahami  dan  dimengerti  oleh  pembaca.
2.  Novel  ini  menggunakan   tiga  sudut  pandang  sekaligus  yang  jarang  dilakukan  oleh  penulis lainnya.
3.  Keseluruhan  unsur  tersebut  sangat  mendukung  tema  dan  alur  penceritaan  tentang kepercayaan dan
     kesadaran diri tentang agama

      Kekurangan :
1.  Terlalu  mahal  untuk  Novel  seukuran  seperti  itu.
2.  Bukunya  sudah  tidak  terbit  lagi,  dan  sekarang  bukunya  pun  sangatlah  tua  jika  itu  ada.

•    Penutup
   Novel Atheis Karya Achdiat Karta Mihardja, bila dilihat dari segi manfaatnya isi novel memang sangatlah bagus. Cerita - cerita yang religius dan mendidik akan menambah kekhasan dari buku ini. Namun Novel ini mungkin sudah tidak ada keberadaannya, sulit mencari karena sudah sangat lama.

Diksi dan Gaya Bahasa

1. Hakikat Diksi
a. Pengertian Diksi
                Diksi menurut E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai adalah pilihan kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu. Pilihan kata merupakan satu unsur yang penting, baik dalam dunia karang-mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari.
Dalam memilih kata yang setepat-tepatnya untuk menyatakan suatu maksud, dalam hal ini makna kata yang tepatlah yang diperlukan. Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Disamping itu pemilihan kata harus pula sesuai dengan situasi dan tempat dalam penggunaan kata-kata itu.
            Sedangkan menurut Widjono Hs. Diksi adalah ketepatan pilihan kata. Penggunaan ketepatan pilihan kata ini di pengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan mengetahui, memahami, menguasai,dan menggunakan sejumlah kosa kata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampu mengkomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya.
            Jadi kesimpulannya diksi adalah ketepatan pilihan kata dalam berbicara sehari-hari dengan orang-orang disekitar dan juga dalam tulisan atau karangan yang akan dibuat oleh penulis untuk mempermudah pembaca agar mengerti makna tulisan tersebut.
2. Ketetapan Dalam Pilihan Kata
a. Ketepatan dalam pilihan kata
          Ketepatan dalam pilihan kata adalah  kemampuan pengguna bahasa dalam mengetahui, memahami menguasai, dan menggunakan sejumlah kosa kata secara aktif untuk menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara, maka setiap penulis atau pembicara harus berusaha secermat mungkin untuk memilih kata-katanya untuk mencapai maksud tersebut, dan  tidak menimbulkan salah paham.
b. Syarat-syarat ketepatan pilihan kata:
1.    Membedakan makna denotasi dan konotasi dengan cermat, denotasi yaitu kata yang bermakna lugas dan tidak bermakna ganda. Sedangakan konotasi dapat menimbulkan makna yang bermacam – macam, lazim digunakan dalam pergaulan, untuk tujuan estetik, dan kesopanan.
2.    Membedakan secara cermat makna kata yang hampir bersinonim yaitu persamaan makna kata, misalnya : adalah, ialah, yaitu, merupakan, dalam pemakaian  berbeda – beda.
3.    Membedakan makna kata secara cermat kata yang mirip ejaannya, misalnya : inferensi (kesimpulan) dan interferensi (saling mempengaruhi).
4.    Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri, jika pemahaman belum dapat dipastikan, pemakai kata harus menemukan makna yang tepat dalam kamus, misalnya: modern sering di artikan secara subjektif canggih menurut kamus modern berarti terbaru.
5.    Menggunakan imbuhan asing (jika diperlukan) harus memahami maknanya secara tepat, misalnya: dilegarisisir seharunya di legalisasi, koordinir seharunya koordinasi.
6.    Menggunakan kata – kata idiomatic yaitu penggunaan kata yang berpasangan, misalnyasesuai bagi seharunya sesuai dengan.
7.    Menggunakan kata umum dan kata khusus, secara cermat. Untuk mendapatkan pemahaman yang spesifik karangan ilmiah sebaiknya menggunakan kata khusus, misalnya: mobil (kata umum), mawar(kata khusus)
8.    Menggunakan kata yang berubah makna dengan cermat, misalnya:isu (dalam bahasa inggris issue berarti publikasi, kesudahan, perkara) isu (dalam bahasa Indonesia berarti kabar yang tidak jelas asal usulnya,).
9.    Menggunakan dengan cermat kata bersinonim, misalnya: pria danlaki – lakisaya dan aku, serta buku dan kitab. Menggunakan dengan cermat kata berhomofoni, misalnya: bang dan bank,ketahanan dan ke tahanan. Menggunakan dengan cermat kata berhomografi, misalnya: apel (berarti buah), apel (berarti upacara).
10. Menggunakan kata abstak dan kata konkret secara cermat, kata abstrak (konseptual, misalnya: pendidikan, wirausaha, dan pengobatan modern) dan kata konkret atau kata khusus misalnya:melati dan mawar
3. Keseuaian Kata
a. Kesesuaian kata
          Kesesuaian kata adalah menyesuaikan kata agar tidak merusak makna, suasana dan situasi yang hendak berlangsung, atau suasana yang hendak ditimbulkan.
b. Syarat-syarat kesesuaian kata
1.    Menggunakan ragam baku dengan cermat dan tidak mencampuradukkan penggunaanya dengan kata tidak baku yang hanya digunakan dalam pergaulan, misalnya: hakikat (baku), hakekat(tidak baku).
2.    Menggunakan kata yang berhubungan dengan nilai sosial misalnya:pelacur (kasar), tunasusila (lebih halus).
3.    Menggunakan kata berpasangan (idiomatik) dan berlawanan makna dengan cermat, misanya: sesuai bagi (salah), sesuai dengan(benar), bukan hanya…… melainkan juga (benar), bukan hanya… tetapi juga (salah).
4.    Menggunakan kata dengan nuansa tertentu, misalnya: berjalan lambat, mengesot, dan merangkakmerah darah, merah hati.
5.    Menggunakan kata ilmiah untuk penulisan karangan ilmiah, dan komunikasi non ilmiah (surat-menyurat, diskusi umum) menggunakan kata populer, misalnya: argumentasi (ilmiah), pembuktian (populer),psikologi (lmiah), ilmu jiwa (populer).
6.    Menghindarkan ragam lisan (pergaulan) dalam bahasa tulis, misalnya:tulis, baca, kerja (bahasa lisan), menulis, menuliskan, membaca, membacakan, bekerja, mengerjakan, dikerjakan (bahasa tulis).
c. Kesosialan
Masalah social berpengaruh terhadapa perubahan makna. Kata gerombolan yang pada mulanya bermakna orang berkumpul atau kerumunan. Kemudian kata itu tiak digunakan karena berkonotasi dengan pemberontak, perampok, dan sebagainya.
d. Kata baku dan tidak baku
          Kata baku adalah kata yang mengikuti kaidah-kaidah yang telah ditentukan atau dilazimkan, sedangkan kata nonbaku sebaliknya. Prinsip umumnya, kata-kata baku lebih diutamakan di dalam membuat sebuah karangan, bahkan untuk karangan fiksi sekalipun. Kata-kata nonbaku kadang juga bisa dipilih untuk mencari efek tertentu, misalnya untuk menghidupkan dialog (di dalam cerpen, skenario, atau kutipan langsung), menyindir (pemakaian bahasa seorang pejabat), menyesuaikan dengan ragam bahasa kalangan tertentu (misalnya kalangan remaja, waria, atau kelas sosial tertentu).
Contoh Kata baku dan tidak baku
Kata Baku
Kata Nonbaku
Kemarin
kemaren
Tradisional
tradisionil
Khawatir
kuatir
Lelah
capek
4. Hakikat Gaya Bahasa
a. Pengertian gaya Bahasa
Keraf (2000: 113) mendefinisikan pengertian gaya bahasa sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang khas dengan memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).
Maulana (dalam http://firman94.multiply.com) mendefinisikan gaya bahasa adalah cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan. Kekhasan dari gaya bahasa ini terletak pada pemilihan kata-katanya yang tidak secara langsung menyatakan makna yang sebenarnya.


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia gaya bahasa diartikan:
1. pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis.
2. pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu
3. keseluruhan ciri-ciri ahasa sekelompok penulis sastra.
4. cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis dan lisan.


Jadi dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara dalam pengungkapan gagasan pengarang yang digunakan dengan media bahasa agar menimbulkan keindahan yang akan menunjukkan sikap dan kepribadian pengarang.
b. Sendi gaya bahasa
Keraf (2010:113–115) mengungkapkan bahwa sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur berikut: kejujuran, sopan-santun, dan menarik. Ketiga unsur tersebut adalah sebagai berikut.
1) Kejujuran
Kejujuran dalam bahasa berarti kita mengikuti aturan-aturan, kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa. Pemakaian kata yang kabur dan tak terarah, serta penggunaan kalimat yang berbelit-belit, adalah jalan untuk mengundang ketidakjujuran. Pembicara atau penulis tidak menyampaikan isi pikirannya secara terus terang; ia seolah-olah menyembunyikan pikirannya itu di balik rangkaian kata-kata yang kabur dan jaringan kalimat yang berbelit-belit tak menentu. Bahasa adalah alat untuk kita bertemu dan bergaul. Sebab itu, ia harus digunakan pula secara tepat dengan memperhatikan sendi kejujuran.
2) Sopan-santun
Yang dimaksud dengan sopan-santun adalah memberi penghargaan atau menghormati penghargaan atau menghormati orang yang diajak bicara, khususnya pendengar atau pembaca. Rasa hormat dalam gaya bahasa dimanifestasikan melalui kejelasan dan kesingkatan.
Menyampaikan sesuatu secara jelas berarti tidak membuat pembaca atau pendengar memeras keringat untuk mencari tahu apa yang ditulis atau dikatakan.
Kejelasan dengan demikian akan diukur dalam beberapa butir kaidah berikut, yaitu:
1.  kejelasan dalam struktur gramatikal kata dan kalimat;
2.  kejelasan dalam korespodensi dengan fakta yang diungkapkan melalui kata-kata
     atau kalimat tadi;
3.  kejelasan dalam pengurutan ide secara logis;
4.  kejelasan dalam penggunaan kiasan dan perbandingan.


Kesingkatan dapat dicapai melalui usaha unutk mempergunakan kata-kata secara efisien, meniadakan penggunaan dua kata atau lebih yang bersinonim secara longgar, menghindari tautologi; atau mengadakan repetisi yang tidak perlu. 
3) Menarik
Gaya bahasa yang menarik dapat diukur melalui bebrapa komponen berikut: variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup (vitalitas), dan penuh daya khayal (imajinasi).
C. Jenis-jenis gaya bahasa

Menurut Tarigan (2009:6) menyebutkan ada sekitar enam puluh gaya bahasa yang termasuk ke dalam empat kelompok.
Empat kelompok gaya bahasa tersebut adalah sebagai berikut.:
1) gaya bahasa perbandingan,
2) gaya bahasa pertentangan,
3) gaya bahasa pertautan, dan
4) gaya bahasa perulangan.

1) Gaya Bahasa Perbandingan 
(a) Perumpamaan
Perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama. Perbandingan itu secara eksplisit dijelaskan oleh pemakaian kata seperti, serupa, ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana, dan penaka.
Contoh:
seperti air dengan minyak
ibarat mengejar bayangan
(b) Metafora
Metafora adalah pemakaian kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan
Contoh:
Nani jinak-jinak merpati
Ali mata keranjang


(c) Personifikasi
Personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau sesuatu yang tidak bernyawa memiliki sifat kemanusiaan.
Contoh:
Pepohonan tersenyum riang
Mentari mencubit pipiku

(d) Depersonifikasi
Depersonifikasi adalah gaya bahasa yang membedakan manusia dengan benda mati.
Contoh:
Andai kamu menjadi langit, maka dia menjadi tanah.
Kalau dikau menjadi samudera, maka daku menjadi bahtera.

(e) Alegori
Alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang, merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat atau wadah objek-objek atau gagasan-gagasan yang diperlambangkan.
Contoh:
Kancil dengan buaya.
Kancil dengan harimau.

(f) Antitesis
Antitesis adalah sejenis gaya bahasa yang mengadakan komparasi atau perbandingan antara dua antonim yaitu kata-kata yang mengandung semantik yang bertentangan.
Contoh:
Dia bergembira-ria atas kegagalanku dalam ujian itu.
Gadis yang secantik si Ida diperistri oleh si Dedi yang jelek itu.
(g) Pleonasme dan Tautologi
Pleonasme adalah pemakaian kata yang mubazir (berlebihan), yang sebenarnya tidak perlu (seperti menurut sepanjang adat; saling tolong-menolong).
Contoh:
Saya telah mencatat kejadian itu dengan tangan saya sendiri.
Kami telah memikul peti jenazah itu di atas bahu kami sendiri.
(h) Perifrasis
Perifrasis adalah sejenis gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme, namun pada perifrasis kata-kata yang berlebihan itu pada prinsipnya dapat diganti dengan sebuah kata saja.
Contoh:
Pemuda itu menumpahkan segala isi hati dan segala harapan kepada gadis desa itu. (cinta).
Saya menerima segala saran, petuah, petunjuk yang sangat berharga dari Bapak Lurah. (nasihat).

(i) Antisipasi atau Prolepsis
Antisipasi atau prolepsis adalah sejenis gaya bahasa yang mempunyai makna ‘mendahului’ atau ‘penetapan yang mendahului tentang sesuatu yang masih akan dikerjakan atau akan terjadi’.
Contoh:
Kami sangat gembira, minggu depan kami memperoleh hadiah dari Bapak Bupati.
Jelas seluruh kaum kerabat merasa sedih dan malu, lusa si Dogol dijebloskan ke dalam penjara karena terlibat perjualan ganja.

(j) Koreksi atau Epanortosis
Koreksi atau epanortosis adalah adalah gaya bahasa yang berwujud mula-mula ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memeriksa dan memperbaiki mana-mana yang salah.
Contoh:
Dia benar-benar mencintai Neng Tetty, eh bukan, Neng Terry.
Saya telah membayar iuran sebanyak tujuh juta, tidak, tidak, tujuh ribu rupiah.
2) Gaya Bahasa Pertentangan
(a) Hiperbola
Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya.
Contoh:
Kurus kering tiada daya kekurangan pangan buat pengganti kelaparan.
Tabunganya berjuta-juta, emasnya berkilo-kilo, sawahnya berhektar-hektar. sebagai pengganti dia orang kaya.

(b) Litotes
Litotes adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang dikecil-kecilkan, dikurangi dari kenyataan yang sebenarnya, misalnya untuk merendahkan diri.
Contoh:
Anak itu sama sekali tidak bodoh.
Hasil usahanya tidaklah mengecewakan.
(c) Ironi
Ironi adalah gaya bahasa yang menyatakan makna yang bertentangan dengan maksud berolok-olok.
Contoh:
Aduh, bersihnya kamar ini, puntung rokok dan sobekan kertas bertebaran di lantai.
O, kamu cepat bangun baru jam sembilan pagi sekarang ini.

(d) Oksimoron
Oksimoron adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan dalam frase yang sama.
Contoh:
Olahraga mendaki gunung memang menarik hati walaupun sangat berbahaya.
Bahan-bahan nuklir dapat dipakai untuk kesejahteraan manusia tetapi dapat juga memusnahkannya.
(e) Paranomasia
Paranomasia adalah gaya bahasa yang berisi penjajaran kata-kata yang berbunyi sama teatapi bermakna lain.
Contoh:
Oh adinda sayang, akan kutanam bunga tanjung di pantai tanjung hatimu.
Di samping menyukai susunan indah, saya pun mendambakan susunan indah.
(f) Paralipsis
Paralipsis adalah gaya bahasa yang merupakan suatu formula yang dipergunakan sebagai sarana untuk menerangkan bahwa seseorang tidak mengatakan apa yang tersirat dalam kalimat itu sendiri.
Contoh:
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa menolak doa kita ini, (maaf) bukan maksud saya mengabulkannya.
Biarlah masyarakat mendengar wasiat itu, (maaf) maksud saya membacanya.
(g) Zeugma
Zeugma adalah gaya bahasa yang menggunakan gabungan gramatikal dua buah kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan.
Contoh:
Anak itu memang rajin dan malas di sekolah.
Paman saya nyata sekali bersifat sosial dan egois.
(h) Silepsis
Silepsis adalah gaya bahasa yang mengandung konstruksi gramatikal yang benar, tetapi secara semantik tidak benar.
Contoh:
Wanita itu kehilangan harta dan kehormatannya.
Kakaknya menerima uang dan penghargaan.
(i) Satire
Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu.
Contoh:
Cerita Kosong
jemu aku dengar bicaramu
“kemakmuran
keadilan
kebahagiaan”
Sudah 10 tahun engkau bicara
aku masih tak punya celana
- budak kurus -
pengangkut sampah- 
(j) Inuendo
Inuendo adalah gaya bahasa yang berupa sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya.
Contoh:
Jadinya sampai kini Neng Syafirah belum mendapat jodoh kerena setiap ada jejaka yang meminang ia sedikit jual mahal.
Pada pesta tadi malam ia agak sedikit sempoyongan karena terlalu banyak meminum minuman keras.
(k) Antifrasis
Antifrasis adalah gaya bahasa yang berupa penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya.
Contoh:
Mari kita sambut kedatangan sang Raja. (maksudnya si Jongos).
Memang engkau orang pintar! (maksudnya orang bodoh).
(l) Paradoks
Paradoks adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada.
Contoh:
Aku kesepian di tengah keramaian.
Dia kedinginan di kota Jakarta yang panas.

(m) Klimaks atau Anabasis
Klimaks atau anabasis adalah gaya bahasa yang terbentuk dari beberapa gagasan yang berturut-turut semakin meningkat kepentingannya.
Contoh:
Setiap guru yang berdiri di depan kelas harus mengetahui, memahami, serta menguasai bahan yang diajarkan.
Seorang guru harus bertindak sebagai pengajar, pembimbing, penyuluh, pengelola, penilai, pemberi kemudahan, atau pendidik yang sejati.

(n) Antiklimaks
Antiklimaks adalah gaya bahasa yang berisi gagasan-gagasan yang berturut-turut semakin berkurang kepentingannya.
Contoh:
Kita hanya dapat merasakan betapa nikmatnya dan mahalnya kemerdekaan bangsa Indonesia, apabila kita mengikuti sejarah perjuangan para pemimpin kita melawan serdadu penjajah.
(o) Dekrementum
Dekrementum adalah sejenis antiklimaks yang berwujud penambahan gagasan yang kurang penting pada gagasan yang penting.
Contoh:
Kita hanya dapat merasakan betapa nikmatnya dan mahalnya
kemerdekaan bangsa Indonesia, apabila kita mengikuti sejarah perjuangan para pemimpin kita serta pertumbuhan darah para prajurit kita melawan serdadu penjajah.
Mereka akan mengakui betapa besarnya jasa orang tua mereka, apabila mereka mengenangkan penderitaan, kegigihan orang tua itu mengasuh dan mendidik mereka.
(p) Katabasis
Katabasis adalah semacam antiklimaks yang mengurutkan sejumlah gagasan yang semakin kurang penting.
Contoh:
Penataran P4 diberikan kepada para dosen Perguruan Tinggi, para guru SMA, SMP, SD, dan TK.
Pembangunan lima tahun dilaksanakan serentak di Ibu Kota Negara, ibu kota propinsi, kabupaten, kecamatan, dan semua desa di seluruh Nusantara ini. 
(q) Bator
Bator adalah sejenis antiklimaks yang mengandung penukikan tiba-tiba dari gagasan yang sangat penting ke gagasan yang tidak penting.
Contoh:
Memang kamu seorang perwira yang gagah berani yang disegani oleh anak buahmu, seorang suami yang diperintah dan diperbudak oleh istrimu dalam segala hal.


(r) Apostrof
Apostrof adalah gaya bahasa yang berupa pengalihan amanat dari yang hadir kepada yang tidak hadir.
Contoh:
Wahai roh-roh nenek moyang kami yang berada di negeri atas, tengah, dan bawah, lindungilah warga desaku ini.
(s) Anastrof
Anastrof adalah gaya bahasa yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat.
Contoh:
Datanglah dia, makanlah dia, lalu pulang tanpa ucapan sepatah kata.
Merantaulah dia ke negeri seberang tanpa meninggalkan apa-apa. 
(t) Inversi
Inversi adalah gaya bahasa yang merupakan permutasi urutan SP (subjek-predikat) menjadi PS (predikat-subjek).
Contoh:
Kubaca surat itu berulang-ulang, kucoba menangkap makna yang tersirat di dalamnya.
Kupilih warna yang serasi bagi kain kebaya kakakku.
(u) Apofasis atau preteresio
Apofasis atau preteresio adalah gaya bahasa yang menegaskan sesuatu tetapi nampaknya menyangkalnya.
Contoh:
Saya tidak ingin menyingkapkan dalam rapat ini bahwa putrimu itu telah berbadan dua.
Kami tidak tega mendengar cibiran tetangga bahwa kamulah yang mencuri mobil sedan itu.
(v) Hiperbaton atau histeron proteron
Hiperbaton atau histeron proteron adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis/wajar.
Contoh:
Pidato yang berapi-api pun keluarlah dari mulut orang yang berbicara terbata-bata itu.
Dia membaca cerita itu dengan cepat dengan cara mengejanya kata demi kata.
(w) Hipalase
Hipalase adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari suatu hubungan alamiah antara dua komponen gagasan.
Contoh:
Aku menarik sebuah kendaraan yang resah. (yang resah adalah aku, bukan kendaraan).
Ia duduk pada sebuah bangku yang gelisah. (yang gelisah adalah ia, bukan bangku).
(x) Sinisme
Sinisme adalah gaya bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati.
Contoh:
Tidak dapat disangkal lagi bahwa Bapaklah orangnya, sehingga keamanan dan ketentraman di daerah ini akan ludes bersamamu!
Memang Andalah gadis tercantik di sejagat raya ini yang mampu menundukkan segala jejaka di bawah telapak kakimu di seantero dunia ini. 
(y) Sarkasme
Sarkasme adalah gaya bahasa yang mengandung olok-olok atau sindiran pedas dan menyakiti hati.
Contoh:
Mulutmu harimaumu.
Tingkah lakumu memalukan kami.
Cara dudukmu menghina kami.

3) Gaya Bahasa Pertautan
(a) Metonimia
Metonimia adalah gaya bahasa yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang lain, barang, atau hal, sebagai penggantinya.
Contoh:
Terkadang pena justru lebih tajam daripada pedang.
Dalam pertandingan kemarin saya hanya memperoleh perunggu sedangkan teman saya perak.
(b) Sinekdoke
Sinekdoke adalah gaya bahasa yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhaannya atau sebaliknya.
Contoh:
Setiap tahun semakin banyak mulut yang harus diberi makan di Tanah Air kita ini.
Dalam pertandingan final besok malam di Stadion Siliwangi Bandung berhadapanlah Medan dengan Jakarta.
(c) Alusi
Alusi adalah gaya bahasa yang menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa atau tokoh berdasarkan praanggapan adanya pengetahuan yang dimiliki oleh pengarang dan pembaca serta adanya kemampuan para pembaca untuk menagkap pengacuan itu.
Contoh:
Dapatkah kamu bayangkan perjuangan KAMI dan KAPPI pada tahun 1966 menetang rezim Orde Lama dan menegakkan keadilan di tanah air kita ini?
(d) Eufemisme
Eufemisme adalah gaya bahasa yang mengandung nama seseorang yang begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu.
Contoh:
tunaaksara pengganti buta huruf
tunanetra pengganti buta; tidak dapat melihat
tunawisma pengganti gelandangan
(e) Eponim
Eponim adalah gaya bahasa yang mengandung nama seseorang yang begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu.
Contoh:
Hercules menyatakan kekuatan
Dewi Sri menyatakan kesuburan
Dewi Fortuna menyatakan keberuntungan
(f) Epitet
Epitet adalah gaya bahasa yang mengandung acuan yang mengatakan sesuatu atau ciri khas dari seseorang atau suatu hal.
Contoh:
Lonceng pagi bersahut-sahutan di desa terpencil ini menyonsong mentari bersinar menerangi alam.
(lonceng=ayam jantan)
Putri malam menyambut kedatangan para remaja yang sedang diamuk asmara.
(putri malam=bulan)
(g) Antonomasia
Antonomasia adalah gaya bahasa yang menggunakan gelar resmi atau jabatan sebagai pengganti nama diri.
Contoh:
Pangeran menandatangani surat penghargaan tersebut.
Pendeta mengukuhkan perkawinan anak kami di Gereja Bethel.
(h) Erotesis
Erotesis adalah gaya bahasa yang berupa pertanyaan yang dipergunakan dalam tulisan atau pidato yang bertujuan unutuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menuntut suatu jawaban.
Contoh:
Soal ujian tidak sesuai dengan bahan pelajaran. Herankah kita jika nilai pelajaran Bahasa Indonesia pada EBTANAS tahun 1985 ini sangat merosot??
(i) Paralelisme
Paralelisme adalah gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frase-frase yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama.
Contoh:
Baik kaum pria maupun kaum wanita mempunyai hak dan kewajiban yang sama secara hukum.
Bukan saja korupsi itu harus dikutuk, tetapi juga harus diberantas di Negara Pancasila ini. 
(j) Elipsis
Elipsis adalah gaya bahasa yang di dalamnya dilaksanakan penanggalan atau penghilangan salah satu atau beberapa unsur penting dalam konstruksi sintaksis yang lengkap.
Contoh:
Mereka ke Jakarta minggu lalu. (penghilangan predikat: pergi, berangkat).
Pulangnya membawa banyak barang berharga serta perabot rumah tangga. (penghilangan subjek: mereka, dia, saya, kami, dan lain-lain).

(k) Gradasi
Gradasi adalah gaya bahasa yang mengandung suatu rangkaian atau urutan paling sedikit tiga kata atau istilah yang secara sintaksis mempunyai satu atau beberapa ciri semantik secara umum dan yang di antaranya paling sedikit satu ciri diulang-ulang dengan perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif.
Contoh:
“Kita malah bermegah juga alam kesengsaraan kita, karena kita tahu bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji, dan tahan uji menimbulkan harapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan. 
(l) Asindeton
Asindeton adalah gaya bahasa yang berupa acuan di mana beberapa kata, frase, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung.
Contoh:
Ayah, ibu, anak, merupakan inti suatu keluarga.
Hasil utama Tanah Karo adalah jeruk, nenas, kentang, kol, tomat, bawang, sayur putih, jagung, padi. 
(m) Polisindeton
Polisindeton adalah gaya bahasa (yang merupakan kebalikan dari asindeton) yang berupa acuan di mana beberapa kata, frase, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung.
Contoh:
Istri saya menanam nangka dan jambu dan cengkeh dan pepaya di pekarangan rumah kami.
Polisi menangkap Pak Ogah beserta istrinya beserta anak-anaknya beserta pembantunya dan membawanya ke penjara.

4) Gaya Bahasa Perulangan
(a) Aliterasi
Aliterasi adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan konsonan yang sama.
Contoh:
Dara damba daku
datang dari danau
Duga dua duka
diam di diriku
Kalau ‘kanda kala kacau
biar bibir biduan bicara
(b) Asonansi
Asonansi adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama.
Contoh:
Muka muda mudah muram
tiada singa tiada biasa
jaga harga tahan harga
Kura-kura dalam perahu
sudah gaharu cendana pula
Pura-pura tidak tahu
Sudah tahu bertanya pula


(c) Antanaklasis
Antanaklasis adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan kata yang sama bunyi dengan makna yang berbeda.
Contoh:
Buah bajunya terlepas membuat buah dadanya hampir-hampir kelihatan.
Saya selalu membawa buah tangan buat buah hati saya, kalau saya pulang dari luar kota. 
(d) Kiasmus
Kiasmus adalah gaya bahasa yang berisikan perulangan dan sekaligus merupakan inversi antara dua kata dalam satu kalimat.
Contoh:
Yang kaya merasa dirinya miskin, sedangkan yang miskin justru merasa dirinya kaya.
Sudah lazim dalam hidup ini bahwa orang pintar mengaku bodoh, tetapi orang bodoh merasa dirinya pintar.
(e) Epizeukis
Epizeukis adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan langsung atas kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut.
Contoh:
Ingat, kamu harus bertobat, bertobat, sekali lagi bertobat, agar dosa-dosamu diampuni oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Anak-anakku semua, kalian memang harus rajin belajar, ya rajin belajar, agar kalian lulus dalam ujian.
(f) Tautotes
Tautotes adalah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan atas sebuah kata dalam sebuah konstruksi.
Contoh:
Kakanda mencintai adinda, adinda mencintai kakanda, kakanda dan adinda saling mencintai, adinda dan kakanda menjadi satu.
Aku menuduh kamu, kamu menuduh aku, aku dan kamu saling menuduh, kamu dan aku berseteru.
(g) Anafora
Anafora adalah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama pada setiap baris atau setiap kalimat.
Contoh:
Lupakah engkau bahwa mereka yang membesarkan dan mengasuhmu? Lupakah engkau bahwa keluarga itulah yang menyekolahkanmu sampai ke Perguruan Tinggi? Lupakah engkau bahwa mereka pula yang mengawinkanmu dengan istrimu? Lupakah engkau akan segala budi baik mereka kepadamu?
(h) Epistrofa
Epistrofa adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata atau frase pada akhir baris atau kalimat berurutan.
Contoh:
Kehidupan dalam keluarga adalah sandiwara
Cintamu padaku pada prinsipnya hanyalah sandiwara
Proses belajar mengajar di dalam kelas adalah sandiwara
Pendeknya hidup kita ini adalah sandiwara
(i) Simploke
Simploke adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut.
Contoh:
Kau katakan aku wanita pelacur. Aku katakan biarlah kau katakan aku wanita mesum. Aku katakan biarlah. Kau katakan aku sampah masyarakat. Aku katakan biarlah kau katakan aku penuh dosa. Aku katakan biarlah.
(j) Mesodilopsis
Mesodilopsis adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan kata atau frase di tengah baris atau beberapa kalimat beruntun.
Contoh:
Para pendidik harus meningkatkan kecerdasan bangsa
Para dokter harus meningkatkan kesehatan masyarakat
Para petani harus meningkatkan hasil sawah ladang
k) Epanalepsis
Epanalepsis adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama menjadi terakhir dalam klausa atau kalimat.
Contoh:
Saya akan tetap berusaha mencapai cita-cita saya.
Kami sama sekali tidak melupakan amanat nenek kami.
(l) Anadiplosis
Anadiplosis adalah sejenis gaya bahasa repetisi di mana kata atau frase terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi frase pertama dari klausa atau kalimat berikutnya.
Contoh:
dalam raga ada darah
dalam darah ada tenaga
dalam tenaga ada daya

A. Fungsi Style ‘Gaya Bahasa’
Fungsi gaya bahasa dalam karya sastra adalah sebagai alat untuk:
1.    Meninggikan selera, artinya dapat meningkatkan minat pembaca/pendengar untuk mengikuti apa yang disampaikan pengarang/pembicara. 
2.    Mempengaruhi atau meyakinkan pembaca/pendengar, artinya dapat membuat pembaca semakin yakin dan mantap terhadap apa yang disampaikan pengarang/pembicara.
3.    Menciptakan keadaan perasaan hati tertentu, artinya dapat membawa pembaca hanyut dalam suasana hati tertentu, seperti kesan baik atau buruk, perasaan senang atau tidak senang, benci, dan sebagainya setelah menangkap apa yang dikemukakan pengarang.
4.    Memperkuat efek terhadap gagasan, yakni dapat membuat pembaca terkesan oleh gagasan yang disampaikan pengarang dalam karyanya