a. Pengertian Diksi
Diksi
menurut E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai adalah pilihan kata yang tepat
untuk menyatakan sesuatu. Pilihan kata merupakan satu unsur yang penting, baik
dalam dunia karang-mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari.
Dalam
memilih kata yang setepat-tepatnya untuk menyatakan suatu maksud, dalam hal ini
makna kata yang tepatlah yang diperlukan. Kata yang tepat akan membantu
seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan
maupun tulisan. Disamping itu pemilihan kata harus pula sesuai dengan situasi
dan tempat dalam penggunaan kata-kata itu.
Sedangkan menurut Widjono Hs. Diksi adalah ketepatan pilihan kata. Penggunaan
ketepatan pilihan kata ini di pengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait
dengan kemampuan mengetahui, memahami, menguasai,dan menggunakan sejumlah kosa
kata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampu
mengkomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya.
Jadi kesimpulannya diksi adalah ketepatan pilihan kata dalam berbicara
sehari-hari dengan orang-orang disekitar dan juga dalam tulisan atau karangan
yang akan dibuat oleh penulis untuk mempermudah pembaca agar mengerti makna
tulisan tersebut.
2. Ketetapan Dalam Pilihan Kata
a. Ketepatan dalam pilihan kata
Ketepatan
dalam pilihan kata adalah kemampuan pengguna bahasa dalam
mengetahui, memahami menguasai, dan menggunakan sejumlah kosa kata secara aktif
untuk menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar,
seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara, maka setiap
penulis atau pembicara harus berusaha secermat mungkin untuk memilih
kata-katanya untuk mencapai maksud tersebut, dan tidak menimbulkan salah
paham.
b. Syarat-syarat ketepatan pilihan kata:
1. Membedakan makna denotasi dan
konotasi dengan cermat, denotasi yaitu kata yang bermakna lugas dan tidak
bermakna ganda. Sedangakan konotasi dapat menimbulkan makna yang bermacam –
macam, lazim digunakan dalam pergaulan, untuk tujuan estetik, dan kesopanan.
2. Membedakan secara cermat makna
kata yang hampir bersinonim yaitu persamaan makna kata, misalnya : adalah,
ialah, yaitu, merupakan, dalam pemakaian berbeda – beda.
3. Membedakan makna kata secara
cermat kata yang mirip ejaannya, misalnya : inferensi (kesimpulan)
dan interferensi (saling mempengaruhi).
4. Tidak menafsirkan makna
kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri, jika pemahaman belum dapat
dipastikan, pemakai kata harus menemukan makna yang tepat dalam kamus,
misalnya: modern sering di artikan secara subjektif canggih menurut kamus
modern berarti terbaru.
5. Menggunakan imbuhan
asing (jika diperlukan) harus memahami maknanya secara tepat, misalnya:
dilegarisisir seharunya di legalisasi, koordinir seharunya koordinasi.
6. Menggunakan kata – kata
idiomatic yaitu penggunaan kata yang berpasangan, misalnya: sesuai
bagi seharunya sesuai dengan.
7. Menggunakan kata umum dan kata
khusus, secara cermat. Untuk mendapatkan pemahaman yang spesifik karangan
ilmiah sebaiknya menggunakan kata khusus, misalnya: mobil (kata
umum), mawar(kata khusus)
8. Menggunakan kata yang berubah
makna dengan cermat, misalnya:isu (dalam bahasa inggris issue
berarti publikasi, kesudahan, perkara) isu (dalam bahasa
Indonesia berarti kabar yang tidak jelas asal usulnya,).
9. Menggunakan dengan cermat kata
bersinonim, misalnya: pria danlaki – laki, saya dan aku,
serta buku dan kitab. Menggunakan dengan cermat
kata berhomofoni, misalnya: bang dan bank,ketahanan dan
ke tahanan. Menggunakan dengan cermat kata berhomografi, misalnya: apel (berarti
buah), apel (berarti upacara).
10. Menggunakan kata abstak dan kata konkret secara
cermat, kata abstrak (konseptual, misalnya: pendidikan, wirausaha, dan
pengobatan modern) dan kata konkret atau kata khusus misalnya:melati dan mawar
3. Keseuaian Kata
a. Kesesuaian kata
Kesesuaian
kata adalah menyesuaikan kata agar tidak merusak makna, suasana dan situasi
yang hendak berlangsung, atau suasana yang hendak ditimbulkan.
b. Syarat-syarat kesesuaian kata
1. Menggunakan ragam baku dengan
cermat dan tidak mencampuradukkan penggunaanya dengan kata tidak baku yang
hanya digunakan dalam pergaulan, misalnya: hakikat (baku), hakekat(tidak
baku).
2. Menggunakan kata yang berhubungan
dengan nilai sosial misalnya:pelacur (kasar), tunasusila (lebih
halus).
3. Menggunakan kata berpasangan
(idiomatik) dan berlawanan makna dengan cermat, misanya: sesuai bagi (salah), sesuai
dengan(benar), bukan hanya…… melainkan juga (benar), bukan
hanya… tetapi juga (salah).
4. Menggunakan kata dengan nuansa
tertentu, misalnya: berjalan lambat, mengesot, dan merangkak; merah
darah, merah hati.
5. Menggunakan kata ilmiah untuk
penulisan karangan ilmiah, dan komunikasi non ilmiah (surat-menyurat, diskusi
umum) menggunakan kata populer, misalnya: argumentasi (ilmiah), pembuktian (populer),psikologi (lmiah), ilmu
jiwa (populer).
6. Menghindarkan ragam lisan
(pergaulan) dalam bahasa tulis, misalnya:tulis, baca, kerja (bahasa
lisan), menulis, menuliskan, membaca, membacakan, bekerja, mengerjakan,
dikerjakan (bahasa tulis).
c. Kesosialan
Masalah social berpengaruh terhadapa perubahan makna. Kata
gerombolan yang pada mulanya bermakna orang berkumpul atau kerumunan. Kemudian
kata itu tiak digunakan karena berkonotasi dengan pemberontak, perampok, dan
sebagainya.
d. Kata baku dan tidak baku
Kata
baku adalah kata yang mengikuti kaidah-kaidah yang telah ditentukan atau
dilazimkan, sedangkan kata nonbaku sebaliknya. Prinsip umumnya, kata-kata baku
lebih diutamakan di dalam membuat sebuah karangan, bahkan untuk karangan fiksi
sekalipun. Kata-kata nonbaku kadang juga bisa dipilih untuk mencari efek
tertentu, misalnya untuk menghidupkan dialog (di dalam cerpen, skenario, atau
kutipan langsung), menyindir (pemakaian bahasa seorang pejabat), menyesuaikan
dengan ragam bahasa kalangan tertentu (misalnya kalangan remaja, waria, atau
kelas sosial tertentu).
Contoh Kata baku dan tidak baku
Kata Baku
|
Kata Nonbaku
|
Kemarin
|
kemaren
|
Tradisional
|
tradisionil
|
Khawatir
|
kuatir
|
Lelah
|
capek
|
4. Hakikat Gaya Bahasa
a. Pengertian gaya Bahasa
Keraf (2000: 113) mendefinisikan pengertian gaya bahasa
sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang khas dengan
memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).
Maulana (dalam http://firman94.multiply.com) mendefinisikan gaya bahasa adalah cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan. Kekhasan dari gaya bahasa ini terletak pada pemilihan kata-katanya yang tidak secara langsung menyatakan makna yang sebenarnya.
Maulana (dalam http://firman94.multiply.com) mendefinisikan gaya bahasa adalah cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan. Kekhasan dari gaya bahasa ini terletak pada pemilihan kata-katanya yang tidak secara langsung menyatakan makna yang sebenarnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia gaya bahasa diartikan:
1. pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam
bertutur atau menulis.
2. pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek
tertentu
3. keseluruhan ciri-ciri ahasa sekelompok penulis sastra.
4. cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam
bentuk tulis dan lisan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara dalam
pengungkapan gagasan pengarang yang digunakan dengan media bahasa agar
menimbulkan keindahan yang akan menunjukkan sikap dan kepribadian pengarang.
b. Sendi gaya bahasa
Keraf (2010:113–115) mengungkapkan bahwa sebuah gaya bahasa
yang baik harus mengandung tiga unsur berikut: kejujuran, sopan-santun, dan
menarik. Ketiga unsur tersebut adalah sebagai berikut.
1) Kejujuran
1) Kejujuran
Kejujuran dalam bahasa berarti kita mengikuti aturan-aturan,
kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa. Pemakaian kata yang kabur
dan tak terarah, serta penggunaan kalimat yang berbelit-belit, adalah jalan
untuk mengundang ketidakjujuran. Pembicara atau penulis tidak menyampaikan isi
pikirannya secara terus terang; ia seolah-olah menyembunyikan pikirannya itu di
balik rangkaian kata-kata yang kabur dan jaringan kalimat yang berbelit-belit
tak menentu. Bahasa adalah alat untuk kita bertemu dan bergaul. Sebab itu, ia
harus digunakan pula secara tepat dengan memperhatikan sendi kejujuran.
2) Sopan-santun
Yang dimaksud dengan sopan-santun adalah memberi penghargaan
atau menghormati penghargaan atau menghormati orang yang diajak bicara,
khususnya pendengar atau pembaca. Rasa hormat dalam gaya bahasa
dimanifestasikan melalui kejelasan dan kesingkatan.
Menyampaikan sesuatu secara jelas berarti tidak membuat pembaca atau pendengar memeras keringat untuk mencari tahu apa yang ditulis atau dikatakan.
Menyampaikan sesuatu secara jelas berarti tidak membuat pembaca atau pendengar memeras keringat untuk mencari tahu apa yang ditulis atau dikatakan.
Kejelasan dengan demikian akan diukur dalam beberapa butir
kaidah berikut, yaitu:
1. kejelasan dalam struktur gramatikal kata dan kalimat;
2. kejelasan dalam korespodensi dengan fakta yang diungkapkan melalui kata-kata
1. kejelasan dalam struktur gramatikal kata dan kalimat;
2. kejelasan dalam korespodensi dengan fakta yang diungkapkan melalui kata-kata
atau kalimat tadi;
3. kejelasan dalam pengurutan ide secara logis;
4. kejelasan dalam penggunaan kiasan dan perbandingan.
3. kejelasan dalam pengurutan ide secara logis;
4. kejelasan dalam penggunaan kiasan dan perbandingan.
Kesingkatan dapat dicapai melalui usaha unutk mempergunakan
kata-kata secara efisien, meniadakan penggunaan dua kata atau lebih yang
bersinonim secara longgar, menghindari tautologi; atau mengadakan repetisi yang
tidak perlu.
3) Menarik
Gaya bahasa yang menarik dapat diukur melalui bebrapa
komponen berikut: variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup
(vitalitas), dan penuh daya khayal (imajinasi).
Menurut Tarigan (2009:6) menyebutkan ada sekitar enam puluh gaya bahasa yang termasuk ke dalam empat kelompok.
Empat kelompok gaya bahasa tersebut adalah sebagai
berikut.:
1) gaya bahasa perbandingan, 2) gaya bahasa pertentangan, 3) gaya bahasa pertautan, dan 4) gaya bahasa perulangan. 1) Gaya Bahasa Perbandingan (a) Perumpamaan Perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama. Perbandingan itu secara eksplisit dijelaskan oleh pemakaian kata seperti, serupa, ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana, dan penaka. Contoh: seperti air dengan minyak ibarat mengejar bayangan
(b) Metafora
Metafora adalah pemakaian kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan Contoh: Nani jinak-jinak merpati Ali mata keranjang (c) Personifikasi Personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau sesuatu yang tidak bernyawa memiliki sifat kemanusiaan. Contoh: Pepohonan tersenyum riang Mentari mencubit pipiku (d) Depersonifikasi Depersonifikasi adalah gaya bahasa yang membedakan manusia dengan benda mati. Contoh: Andai kamu menjadi langit, maka dia menjadi tanah. Kalau dikau menjadi samudera, maka daku menjadi bahtera. (e) Alegori Alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang, merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat atau wadah objek-objek atau gagasan-gagasan yang diperlambangkan. Contoh: Kancil dengan buaya. Kancil dengan harimau. (f) Antitesis Antitesis adalah sejenis gaya bahasa yang mengadakan komparasi atau perbandingan antara dua antonim yaitu kata-kata yang mengandung semantik yang bertentangan. Contoh: Dia bergembira-ria atas kegagalanku dalam ujian itu. Gadis yang secantik si Ida diperistri oleh si Dedi yang jelek itu.
(g) Pleonasme dan Tautologi
Pleonasme adalah pemakaian kata yang mubazir (berlebihan), yang sebenarnya tidak perlu (seperti menurut sepanjang adat; saling tolong-menolong). Contoh: Saya telah mencatat kejadian itu dengan tangan saya sendiri. Kami telah memikul peti jenazah itu di atas bahu kami sendiri.
(h) Perifrasis
Perifrasis adalah sejenis gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme, namun pada perifrasis kata-kata yang berlebihan itu pada prinsipnya dapat diganti dengan sebuah kata saja. Contoh: Pemuda itu menumpahkan segala isi hati dan segala harapan kepada gadis desa itu. (cinta). Saya menerima segala saran, petuah, petunjuk yang sangat berharga dari Bapak Lurah. (nasihat). (i) Antisipasi atau Prolepsis Antisipasi atau prolepsis adalah sejenis gaya bahasa yang mempunyai makna ‘mendahului’ atau ‘penetapan yang mendahului tentang sesuatu yang masih akan dikerjakan atau akan terjadi’. Contoh: Kami sangat gembira, minggu depan kami memperoleh hadiah dari Bapak Bupati. Jelas seluruh kaum kerabat merasa sedih dan malu, lusa si Dogol dijebloskan ke dalam penjara karena terlibat perjualan ganja. (j) Koreksi atau Epanortosis Koreksi atau epanortosis adalah adalah gaya bahasa yang berwujud mula-mula ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memeriksa dan memperbaiki mana-mana yang salah. Contoh: Dia benar-benar mencintai Neng Tetty, eh bukan, Neng Terry. Saya telah membayar iuran sebanyak tujuh juta, tidak, tidak, tujuh ribu rupiah.
2) Gaya Bahasa Pertentangan
(a) Hiperbola Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Contoh: Kurus kering tiada daya kekurangan pangan buat pengganti kelaparan. Tabunganya berjuta-juta, emasnya berkilo-kilo, sawahnya berhektar-hektar. sebagai pengganti dia orang kaya. (b) Litotes Litotes adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang dikecil-kecilkan, dikurangi dari kenyataan yang sebenarnya, misalnya untuk merendahkan diri. Contoh: Anak itu sama sekali tidak bodoh. Hasil usahanya tidaklah mengecewakan.
(c) Ironi
Ironi adalah gaya bahasa yang menyatakan makna yang bertentangan dengan maksud berolok-olok. Contoh: Aduh, bersihnya kamar ini, puntung rokok dan sobekan kertas bertebaran di lantai. O, kamu cepat bangun baru jam sembilan pagi sekarang ini. (d) Oksimoron Oksimoron adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan dalam frase yang sama. Contoh: Olahraga mendaki gunung memang menarik hati walaupun sangat berbahaya. Bahan-bahan nuklir dapat dipakai untuk kesejahteraan manusia tetapi dapat juga memusnahkannya.
(e) Paranomasia
Paranomasia adalah gaya bahasa yang berisi penjajaran kata-kata yang berbunyi sama teatapi bermakna lain. Contoh: Oh adinda sayang, akan kutanam bunga tanjung di pantai tanjung hatimu. Di samping menyukai susunan indah, saya pun mendambakan susunan indah.
(f) Paralipsis
Paralipsis adalah gaya bahasa yang merupakan suatu formula yang dipergunakan sebagai sarana untuk menerangkan bahwa seseorang tidak mengatakan apa yang tersirat dalam kalimat itu sendiri. Contoh: Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa menolak doa kita ini, (maaf) bukan maksud saya mengabulkannya. Biarlah masyarakat mendengar wasiat itu, (maaf) maksud saya membacanya.
(g) Zeugma
Zeugma adalah gaya bahasa yang menggunakan gabungan gramatikal dua buah kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan. Contoh: Anak itu memang rajin dan malas di sekolah. Paman saya nyata sekali bersifat sosial dan egois.
(h) Silepsis
Silepsis adalah gaya bahasa yang mengandung konstruksi gramatikal yang benar, tetapi secara semantik tidak benar. Contoh: Wanita itu kehilangan harta dan kehormatannya. Kakaknya menerima uang dan penghargaan.
(i) Satire
Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Contoh: Cerita Kosong jemu aku dengar bicaramu “kemakmuran keadilan kebahagiaan” Sudah 10 tahun engkau bicara aku masih tak punya celana - budak kurus - pengangkut sampah-
(j) Inuendo
Inuendo adalah gaya bahasa yang berupa sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Contoh: Jadinya sampai kini Neng Syafirah belum mendapat jodoh kerena setiap ada jejaka yang meminang ia sedikit jual mahal. Pada pesta tadi malam ia agak sedikit sempoyongan karena terlalu banyak meminum minuman keras.
(k) Antifrasis
Antifrasis adalah gaya bahasa yang berupa penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya. Contoh: Mari kita sambut kedatangan sang Raja. (maksudnya si Jongos). Memang engkau orang pintar! (maksudnya orang bodoh).
(l) Paradoks
Paradoks adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Contoh: Aku kesepian di tengah keramaian. Dia kedinginan di kota Jakarta yang panas.
(m) Klimaks atau Anabasis
Klimaks atau anabasis adalah gaya bahasa yang terbentuk dari beberapa gagasan yang berturut-turut semakin meningkat kepentingannya. Contoh: Setiap guru yang berdiri di depan kelas harus mengetahui, memahami, serta menguasai bahan yang diajarkan. Seorang guru harus bertindak sebagai pengajar, pembimbing, penyuluh, pengelola, penilai, pemberi kemudahan, atau pendidik yang sejati.
(n) Antiklimaks
Antiklimaks adalah gaya bahasa yang berisi gagasan-gagasan yang berturut-turut semakin berkurang kepentingannya. Contoh: Kita hanya dapat merasakan betapa nikmatnya dan mahalnya kemerdekaan bangsa Indonesia, apabila kita mengikuti sejarah perjuangan para pemimpin kita melawan serdadu penjajah.
(o) Dekrementum
Dekrementum adalah sejenis antiklimaks yang berwujud penambahan gagasan yang kurang penting pada gagasan yang penting. Contoh: Kita hanya dapat merasakan betapa nikmatnya dan mahalnya kemerdekaan bangsa Indonesia, apabila kita mengikuti sejarah perjuangan para pemimpin kita serta pertumbuhan darah para prajurit kita melawan serdadu penjajah. Mereka akan mengakui betapa besarnya jasa orang tua mereka, apabila mereka mengenangkan penderitaan, kegigihan orang tua itu mengasuh dan mendidik mereka.
(p) Katabasis
Katabasis adalah semacam antiklimaks yang mengurutkan sejumlah gagasan yang semakin kurang penting. Contoh: Penataran P4 diberikan kepada para dosen Perguruan Tinggi, para guru SMA, SMP, SD, dan TK. Pembangunan lima tahun dilaksanakan serentak di Ibu Kota Negara, ibu kota propinsi, kabupaten, kecamatan, dan semua desa di seluruh Nusantara ini.
(q) Bator
Bator adalah sejenis antiklimaks yang mengandung penukikan tiba-tiba dari gagasan yang sangat penting ke gagasan yang tidak penting. Contoh: Memang kamu seorang perwira yang gagah berani yang disegani oleh anak buahmu, seorang suami yang diperintah dan diperbudak oleh istrimu dalam segala hal.
(r) Apostrof
Apostrof adalah gaya bahasa yang berupa pengalihan amanat dari yang hadir kepada yang tidak hadir. Contoh: Wahai roh-roh nenek moyang kami yang berada di negeri atas, tengah, dan bawah, lindungilah warga desaku ini.
(s) Anastrof
Anastrof adalah gaya bahasa yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat. Contoh: Datanglah dia, makanlah dia, lalu pulang tanpa ucapan sepatah kata. Merantaulah dia ke negeri seberang tanpa meninggalkan apa-apa.
(t) Inversi
Inversi adalah gaya bahasa yang merupakan permutasi urutan SP (subjek-predikat) menjadi PS (predikat-subjek). Contoh: Kubaca surat itu berulang-ulang, kucoba menangkap makna yang tersirat di dalamnya. Kupilih warna yang serasi bagi kain kebaya kakakku.
(u) Apofasis atau preteresio
Apofasis atau preteresio adalah gaya bahasa yang menegaskan sesuatu tetapi nampaknya menyangkalnya. Contoh: Saya tidak ingin menyingkapkan dalam rapat ini bahwa putrimu itu telah berbadan dua. Kami tidak tega mendengar cibiran tetangga bahwa kamulah yang mencuri mobil sedan itu.
(v) Hiperbaton atau histeron proteron
Hiperbaton atau histeron proteron adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis/wajar. Contoh: Pidato yang berapi-api pun keluarlah dari mulut orang yang berbicara terbata-bata itu. Dia membaca cerita itu dengan cepat dengan cara mengejanya kata demi kata.
(w) Hipalase
Hipalase adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari suatu hubungan alamiah antara dua komponen gagasan. Contoh: Aku menarik sebuah kendaraan yang resah. (yang resah adalah aku, bukan kendaraan). Ia duduk pada sebuah bangku yang gelisah. (yang gelisah adalah ia, bukan bangku).
(x) Sinisme
Sinisme adalah gaya bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Contoh: Tidak dapat disangkal lagi bahwa Bapaklah orangnya, sehingga keamanan dan ketentraman di daerah ini akan ludes bersamamu! Memang Andalah gadis tercantik di sejagat raya ini yang mampu menundukkan segala jejaka di bawah telapak kakimu di seantero dunia ini.
(y) Sarkasme
Sarkasme adalah gaya bahasa yang mengandung olok-olok atau sindiran pedas dan menyakiti hati. Contoh: Mulutmu harimaumu. Tingkah lakumu memalukan kami. Cara dudukmu menghina kami. 3) Gaya Bahasa Pertautan (a) Metonimia Metonimia adalah gaya bahasa yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang lain, barang, atau hal, sebagai penggantinya. Contoh: Terkadang pena justru lebih tajam daripada pedang. Dalam pertandingan kemarin saya hanya memperoleh perunggu sedangkan teman saya perak.
(b) Sinekdoke
Sinekdoke adalah gaya bahasa yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhaannya atau sebaliknya. Contoh: Setiap tahun semakin banyak mulut yang harus diberi makan di Tanah Air kita ini. Dalam pertandingan final besok malam di Stadion Siliwangi Bandung berhadapanlah Medan dengan Jakarta.
(c) Alusi
Alusi adalah gaya bahasa yang menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa atau tokoh berdasarkan praanggapan adanya pengetahuan yang dimiliki oleh pengarang dan pembaca serta adanya kemampuan para pembaca untuk menagkap pengacuan itu. Contoh: Dapatkah kamu bayangkan perjuangan KAMI dan KAPPI pada tahun 1966 menetang rezim Orde Lama dan menegakkan keadilan di tanah air kita ini?
(d) Eufemisme
Eufemisme adalah gaya bahasa yang mengandung nama seseorang yang begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu. Contoh: tunaaksara pengganti buta huruf tunanetra pengganti buta; tidak dapat melihat tunawisma pengganti gelandangan
(e) Eponim
Eponim adalah gaya bahasa yang mengandung nama seseorang yang begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu. Contoh: Hercules menyatakan kekuatan Dewi Sri menyatakan kesuburan Dewi Fortuna menyatakan keberuntungan
(f) Epitet
Epitet adalah gaya bahasa yang mengandung acuan yang mengatakan sesuatu atau ciri khas dari seseorang atau suatu hal. Contoh: Lonceng pagi bersahut-sahutan di desa terpencil ini menyonsong mentari bersinar menerangi alam. (lonceng=ayam jantan) Putri malam menyambut kedatangan para remaja yang sedang diamuk asmara. (putri malam=bulan)
(g) Antonomasia
Antonomasia adalah gaya bahasa yang menggunakan gelar resmi atau jabatan sebagai pengganti nama diri. Contoh: Pangeran menandatangani surat penghargaan tersebut. Pendeta mengukuhkan perkawinan anak kami di Gereja Bethel.
(h) Erotesis
Erotesis adalah gaya bahasa yang berupa pertanyaan yang dipergunakan dalam tulisan atau pidato yang bertujuan unutuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menuntut suatu jawaban. Contoh: Soal ujian tidak sesuai dengan bahan pelajaran. Herankah kita jika nilai pelajaran Bahasa Indonesia pada EBTANAS tahun 1985 ini sangat merosot??
(i) Paralelisme
Paralelisme adalah gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frase-frase yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama. Contoh: Baik kaum pria maupun kaum wanita mempunyai hak dan kewajiban yang sama secara hukum. Bukan saja korupsi itu harus dikutuk, tetapi juga harus diberantas di Negara Pancasila ini.
(j) Elipsis
Elipsis adalah gaya bahasa yang di dalamnya dilaksanakan penanggalan atau penghilangan salah satu atau beberapa unsur penting dalam konstruksi sintaksis yang lengkap. Contoh: Mereka ke Jakarta minggu lalu. (penghilangan predikat: pergi, berangkat). Pulangnya membawa banyak barang berharga serta perabot rumah tangga. (penghilangan subjek: mereka, dia, saya, kami, dan lain-lain).
(k) Gradasi
Gradasi adalah gaya bahasa yang mengandung suatu rangkaian atau urutan paling sedikit tiga kata atau istilah yang secara sintaksis mempunyai satu atau beberapa ciri semantik secara umum dan yang di antaranya paling sedikit satu ciri diulang-ulang dengan perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif. Contoh: “Kita malah bermegah juga alam kesengsaraan kita, karena kita tahu bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji, dan tahan uji menimbulkan harapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan.
(l) Asindeton
Asindeton adalah gaya bahasa yang berupa acuan di mana beberapa kata, frase, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Contoh: Ayah, ibu, anak, merupakan inti suatu keluarga. Hasil utama Tanah Karo adalah jeruk, nenas, kentang, kol, tomat, bawang, sayur putih, jagung, padi.
(m) Polisindeton
Polisindeton adalah gaya bahasa (yang merupakan kebalikan dari asindeton) yang berupa acuan di mana beberapa kata, frase, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung. Contoh: Istri saya menanam nangka dan jambu dan cengkeh dan pepaya di pekarangan rumah kami. Polisi menangkap Pak Ogah beserta istrinya beserta anak-anaknya beserta pembantunya dan membawanya ke penjara. 4) Gaya Bahasa Perulangan (a) Aliterasi Aliterasi adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Contoh: Dara damba daku datang dari danau Duga dua duka diam di diriku Kalau ‘kanda kala kacau biar bibir biduan bicara
(b) Asonansi
Asonansi adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama. Contoh: Muka muda mudah muram tiada singa tiada biasa jaga harga tahan harga Kura-kura dalam perahu sudah gaharu cendana pula Pura-pura tidak tahu Sudah tahu bertanya pula
(c) Antanaklasis
Antanaklasis adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan kata yang sama bunyi dengan makna yang berbeda. Contoh: Buah bajunya terlepas membuat buah dadanya hampir-hampir kelihatan. Saya selalu membawa buah tangan buat buah hati saya, kalau saya pulang dari luar kota.
(d) Kiasmus
Kiasmus adalah gaya bahasa yang berisikan perulangan dan sekaligus merupakan inversi antara dua kata dalam satu kalimat. Contoh: Yang kaya merasa dirinya miskin, sedangkan yang miskin justru merasa dirinya kaya. Sudah lazim dalam hidup ini bahwa orang pintar mengaku bodoh, tetapi orang bodoh merasa dirinya pintar.
(e) Epizeukis
Epizeukis adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan langsung atas kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut. Contoh: Ingat, kamu harus bertobat, bertobat, sekali lagi bertobat, agar dosa-dosamu diampuni oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Anak-anakku semua, kalian memang harus rajin belajar, ya rajin belajar, agar kalian lulus dalam ujian.
(f) Tautotes
Tautotes adalah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan atas sebuah kata dalam sebuah konstruksi. Contoh: Kakanda mencintai adinda, adinda mencintai kakanda, kakanda dan adinda saling mencintai, adinda dan kakanda menjadi satu. Aku menuduh kamu, kamu menuduh aku, aku dan kamu saling menuduh, kamu dan aku berseteru.
(g) Anafora
Anafora adalah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama pada setiap baris atau setiap kalimat. Contoh: Lupakah engkau bahwa mereka yang membesarkan dan mengasuhmu? Lupakah engkau bahwa keluarga itulah yang menyekolahkanmu sampai ke Perguruan Tinggi? Lupakah engkau bahwa mereka pula yang mengawinkanmu dengan istrimu? Lupakah engkau akan segala budi baik mereka kepadamu?
(h) Epistrofa
Epistrofa adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata atau frase pada akhir baris atau kalimat berurutan. Contoh: Kehidupan dalam keluarga adalah sandiwara Cintamu padaku pada prinsipnya hanyalah sandiwara Proses belajar mengajar di dalam kelas adalah sandiwara Pendeknya hidup kita ini adalah sandiwara (i) Simploke Simploke adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut. Contoh: Kau katakan aku wanita pelacur. Aku katakan biarlah kau katakan aku wanita mesum. Aku katakan biarlah. Kau katakan aku sampah masyarakat. Aku katakan biarlah kau katakan aku penuh dosa. Aku katakan biarlah.
(j) Mesodilopsis
Mesodilopsis adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan kata atau frase di tengah baris atau beberapa kalimat beruntun. Contoh: Para pendidik harus meningkatkan kecerdasan bangsa Para dokter harus meningkatkan kesehatan masyarakat Para petani harus meningkatkan hasil sawah ladang
k) Epanalepsis
Epanalepsis adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama menjadi terakhir dalam klausa atau kalimat. Contoh: Saya akan tetap berusaha mencapai cita-cita saya. Kami sama sekali tidak melupakan amanat nenek kami.
(l) Anadiplosis
Anadiplosis adalah sejenis gaya bahasa repetisi di mana kata atau frase terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi frase pertama dari klausa atau kalimat berikutnya. Contoh: dalam raga ada darah dalam darah ada tenaga dalam tenaga ada daya |
A. Fungsi Style ‘Gaya Bahasa’
Fungsi gaya bahasa dalam karya sastra adalah sebagai alat
untuk:
1. Meninggikan selera, artinya dapat
meningkatkan minat pembaca/pendengar untuk mengikuti apa yang disampaikan
pengarang/pembicara.
2. Mempengaruhi atau meyakinkan
pembaca/pendengar, artinya dapat membuat pembaca semakin yakin dan mantap
terhadap apa yang disampaikan pengarang/pembicara.
3. Menciptakan keadaan perasaan hati
tertentu, artinya dapat membawa pembaca hanyut dalam suasana hati tertentu,
seperti kesan baik atau buruk, perasaan senang atau tidak senang, benci, dan
sebagainya setelah menangkap apa yang dikemukakan pengarang.
4. Memperkuat efek terhadap gagasan,
yakni dapat membuat pembaca terkesan oleh gagasan yang disampaikan pengarang
dalam karyanya
0 komentar:
Posting Komentar