Profil - Muara Ancalong, Kecamatan Tertua Di Kaltim
Sangata (ANTARA News - Kaltim) - Pada sebuah sudut "kota" Kecamatan
Muara Ancalong berdiri sebuah bangunan yang masih "gagah" meskipun
usianya sudah tidak muda lagi, yakni lebih dari 100 tahun.
Rumah
khas Melayu Kutai --terdapat "tanduk" di tengah bumbungan rumah dan
berbagai ukiran ornamen Melayu di dinding, jendla dan daun pintu--
menjadi saksi bisu tentang keberadaan sebuah kota kecamatan tertua di
Kalimantan Timur yang pada 2011 ini memasuki usia 110.
Rumah
itu meskin catnya sudah tidak jelas lagi namun masih kokoh berdiri
karena sebagian bahan bangunannya terbuat dari kayu ulin atau
"Eusideroxylon zwage" (latin).
Keberadaan beberapa rumah tua
yang berusia lebih dari satu abad itu bak monumen tentang lintasan
panjang sejarah keberadaan kota Kecamatan Muara Ancalong, yang
disebut-sebut sebagai salah satu bahkan diyakini sebagai kecamatan
tertua di Kalimantan Timur karena usianya lebih dari 110
tahun.
Sesuai
UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya maka rumah-rumah tua yang
berusia lebih dari satu abad di Muara Ancalong tersebut harus
dilestarikan karena merupakan bagian dari jejak-jejak sejarah. Bukan
tidak mungkin bisa dikembangkan menjadi obyek wisata budaya dan sejarah.
Mengenai komposisi penduduk Muara Ancalong dulunya
didominasi oleh warga Kutai dan Dayak namun kini sudah berbagai suku
berjumlah 11.835 jiwa (Sensus Penduduk 2010) yang terdiri dari pria
6.142 jiwa dan wanita 11.835 jiwa.
Kecamatan Muara Ancalong
telah banyak melahirkan putra-putri terbaik di Kaltim, sebut saja H.
Yos Soetomo, pengusaha kayu dan bos perhotelan, kelahiran Syiur, salah
satu daerah di MUara Ancalong. Desa lain di kecamatan ini antara lain,
Tesak, Kelinjau Ulu, Long Nah, Long Poq Baru dan Muara Dun.
Penuturan
para tetua adat setempat bahwa nama Muara ancalong berasal dari kata
"Muara" dan "Ancak" (tempat sesajian, tempat persembahan, tempat
jamuan), dan "LOng" (Sungai).
Terjemahan bebasnya mungkin
Muara Ancalong adalah daerah muara sungai yang menjadi lokasi memberi
sesembahan kepada hal ghaib, ini tidak terlepas sebelum masuknya agama
Kristen dan Islam ke kawasan itu. Ini juga menandakan bahwa kawasan itu
memang telah lahir ratusan tahun silam.
Camat Muara Ancalong
Syafranuddin di Sangata, Selasa berharap dalam beberapa tahun ke depan
kecamatannya bisa bangkit mengejar ketertinggalannya dengan kecamatan
lain.
Warga di salah satu daerah paling jauh dari ibu kota
kabupaten, Sangatta itu mengharapkan agar Pemkab Kutai Timur menaruh
perhatian terhadap kecamatan yang telah "berusia sepuh" itu.
Warga
sangat mengharapkan agar Pemkab memberikan perhatian lebih besar
terhadap kemajuan daerah, terutama lapangan kerja yang akhirnya
berpengaruh terhadap kesejahteraan rakyat.
Tertinggal
Ia
mengakui bahwa pembangunan di Muara Ancalong jauh tertinggal bila
ketimbang beberapa kecamatan lain seperti Muara Wahau, Kongbeng bahkan
Long Mesangat yang dulunya bagian dari Muara Ancalong.
"Sumber
daya alam di Muara Ancalong seperti kayu boleh dikata sudah habis, era
keemasan bagi Muara Ancalong telah lewat namun kenyataannya masyarakat
Muara Ancalong masih banyak berada di bawah garis kemiskinan terbukti
hasil sensus BPS menempati ranking ke dua setelah Muara Bengkal," ungkap
pria yang biasa dipanggil dengan Ivan itu.
Pada
era "Banjir Kap" (sekitar 1970-an, pembalakan masih menggunakan alat
tradisional), warga Muara Ancalong sempat merasakan kejayaan "booming"
kayu sehingga banyak orang kaya mendadak.
Kondisi hampir
serupa terjadi saat "kran reformasi" di buka awal 2000-an, ditandai
dengan beralihnya penguasaan hutan oleh segelitir perusahaan HPH (hak
penguasaan hutan) kepada rakyat (koperasi dan lembaga
adat).
Namun,
masa keemasan "instan" itu telah berlalu, karena potensi sumber daya
alam yang tersisa butuh ketrampilan, modal serta kerja keras untuk
mengolahnya karena sesuai misi Pemkab Kutai Timur untuk mengembangkan
sektor agribisnis atau pertanian dalam arti luas.
Dari segi
pembangunan kualitas SDM, ia mengakui, kecamatanya mengalami
ketertinggalan sehingga untuk mengolah potensi alam yang ada belum
maksimal. Sebagai kecamatan yang mempunyai SDA cukup potensial selain
kayu, Muara Ancalong diakui Syafranuddin juga mempunyai batu bara,
pasir, koral dan hasil ikutan hutan.
Terhadap sektor
pertanian dan perkebunan, ia mengakui lahan yang tersedia cukup luas
namun seperti jamak terjadi di berbagai daerah di Kaltim hambatan utama
adalah kerap terganggu dengan “tuntutan” sekelompok masyarakat dengan
dalih ganti rugi lahan adat ataupun komunal atau "ulayat".
"Secara
pribadi saya kerap menerima keluhan investor, mereka tidak bisa berbuat
apa-apa karena kerap permintaan masyarakat di luar batas kewajaran,
akibatnya banyak perusahaan yang enggan mengembangkan usahanya di Muara
Ancalong. Ujung-ujungnya yang rugi rakyat dan kita semua akibat
terganggungnya investasi para investor," tutur pria berkumis tipis itu.
Syafranuddin
menerangkan sekarang ini baru PT. SSS yang beraktifitas menggarap
perkebunan kelapa sawit, sebelumnya beberapa perusahaan yang akan
menggarap batu bara atau tambang lainnya enggan melanjutkan kegiatannya.
"Belum
lama ini ada sebuah perusahaan dari Malaysia yang bergerak di bidang
pertambangan melakukan survei, namun hasilnya belum diketahui karena
saat survey mereka sudah dihadang dengan berbagai persoalan," imbuhnya.
Di
Muara Ancalong kini tercatat perkebunan 294 Ha, untuk perusahaan besar
swasta (PBS) mencapai 83.000 Ha (pencadangan) dan realisasi 23.000 Ha.
Potensi perikanan 800 Ha untuk sungai, 24.000 Ha danau dan 3.300 Ha
rawa.
Selain potensi kehutanan khususnya untuk pemanfaatan
lahan kritis untuk HTI (hutan tanaman industri), daerah itu juga
memiliki potensi pengembangan sawah dan ladang tercatat puluhan ribu
hektare.
Di Muara Ancalong juga tercatat ada potensi emas serta potensi pengembangan wisata budaya dan alam.
Butuh Dukungan Swasta
Ia
menuturkan bahwa kedatangan sejumlah investor ke Muara Ancalon tiada
lain hasil kerja keras Bupati Isran Noor untuk membuka lapangan kerja
bagi masyarakat.
"Selain tambang batu bara, banyak
perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ingin menggarap lahan yang ada.
Pemerintah tidak mungkin terus membuka lapangan kerja seperti penerimaan
CPNS atau TK2D karena terbatas anggaran, sementara jumlah pencari kerja
setiap tahun terus meningkat," papar dia.
"Jadi mengembangkan daerah ini butuh dukungan swasta karena pemerintah memiliki keterbatasan dana," papar dia.
Langkah
dalam mendukung dunia swasta itu, sudah tentu membutuhkan syarat-syarat
utama, misalnya membenahi infratruktur atau berbagai fasilitas umum,
kepastian hukum atau jaminan saat melakukan aktifitas usaha, serta
memberikan insentif serta memperpendek birokrasi perizinan.
Pembenahan infrastruktur itu, bukan sekedar untuk mendukung sektor dunia usaha namun menjadi harapan utama warga Muara Ancalong.
"Pembenahan
berbagai sarana umum, misalnya transportasi darat sangat strategis guna
mendukung sektor perekonomian besar atau swasta serta mendorong
tubuhnya perekonomian rakyat. Hal ini penting, mengingat sebagian
kawasan di pedalaman hanya efektif dijangkau menggunakan transportasi
sungai," katanya menjelaskan.
Asa warga pedalaman Kutai
Timur yang disuarakan camat setempat bak air di Sungai Muara Ancalong
yang tiada henti terus mengalir untuk menatap masa depan lebih baik bagi
pembangunan kota kecamatan tertua di Kalimantan Timur itu.
0 komentar:
Posting Komentar